A.
Pendahuluan
.Upaya untuk menelaah nilai-nilai yang
terkandung di dalam suatu karya sastra disebut dengan istilah analisis.
Kegiatan analisis kesastraan (novel) ini dapat dengan mengkaji hubungan antar
unsur pembangun karya sastra. Inilah yang disebut dengan pendekatan struktural.
Pendekatan struktural sangat penting
bagi sebuah analisis kasusastraan. Di dalam suatu karya sastra dibangun oleh unsure-unsur
yang membentuknya. Unsur tersebut saling mengisi dan berkaitan sehingga
membentuk satu kesatuan yang indah dalam sebuah karya sastra. Analisis
struktural merupakan proses pertama sebelum yang lain-lain. Tanpa analisis yang
demikian, kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra
itu sendiri tidak tertangkap (Teeuw, 1984:61).
B.
PENDEKATAN
STRUKTURAL
Tujuan analisis struktural adalah
membongkar, memaparkan secermat mungkin keterikatan dan keterjalinan dari
berbagai aspek yang secara bersama-sama membentuk makna (Teeuw, 1984:135-136).
Makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas
dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra
(Pradopo, 1995:141).
Analisis struktural novel bertolak pada
unsur yang terdapat di dalam novel itu. Berkenaan dengan hal itu Burhan
Nurgiantoro (2002:23) menyebutkan unsur intrinsik novel yang berupa peristiwa,
cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, penceritaan.
Tema berasal dari kata tithnai (bahasa Yunani) yang berarti
menempatkan, meletakkan. Jadi, menurut arti katanya “tema” berarti sesuatu yang
telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. ( Gory Keraf, 1984: 107 ).
Tema menurut Stanton dan Kenny ( dalam
Nurgiyantoro, 2002: 67 ) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema
menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 2002: 68 ) merupakan gagasan
dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau
perbedaan-perbedaan. Tema merupakan gagasan sentral, sesuatu yang hendak
diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi ( Raminah Baribin, 1985:
59-60 ).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa tema adalah gagasan utama atau gagasan sentral
pada sebuah cerita atau karya sastra.
Tokoh menunjuk pada orang sebagai pelaku
cerita. Abrams ( 1981: 20 ) memaparkan tokoh cerita adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan ( dalam Nurgiyantoro, 2002: 165 ). Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembaca
dan penyampaian pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca.
Alur ( plot ) merupakan unsur fiksi yang penting. Stanton (1956: 14)
mengemukakan plotadalah cerita yang
berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab
akibat, peristiwa yang satu disebabkan
terjadinya peristiwa yang lain.
Latar ( setting ) adalah suatu
lingkungan terjadinya peristiwa-peristiwa dalam suatu karya sastra yang
meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
Sudut pandang atau pusat pengisahan
merupakan titik pandang dari sudut mana cerita itu dikisahkan ( Nurgiyantoro,
2005: 18 ).
C.
NILAI
PENDIDIKAN DALAM KARYA SASTRA
Nilai pendidikan sangat erat kaitannya
dengan karya sastra. Setiap karya sastra yang baik (termasuk novel) selalu
mengungkapkan nilai pendidikan moral, agama, sosial, kepahlawanan maupun
estetis (kehidupan). Hal ini sesuai dengan pernyataan Herman J. Waluyo
(1990:27) bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra
bagi kehidupan. Nilai fakta dapat berupa nilai medial (menjadi sarana), nilai
final (yang dikejar seseorang), nilai cultural, nilai kesusilaan, nilai agama.
Beberapa nilai pendidikan bisa diperoleh
dari sebuah cerita (dalam hal ini novel). Nilai pendidikan itu diantaranya
adalah yang berhubungan dengan moral, agama, budaya, sosial, dan sebagainya.
D. STRUKTUR TEKS NOVEL MOGA BUNDA
DISAYANG ALLAH KARYA TERE LIYE
Stiap novel terdapat unsure-unsur intrinsik yang
membangun cerita. Pembangunan dalam bab ini dilakukan melalui pemaparan aspek
struktural yang meliputi tema, alur, dan sudut pandang. Analisis tersebut
dijabarkan sebagai berikut :
1. Tema
Novel Moga Bunda Disaying Allah
bercerita tentang Melati bocah berusia 6 tahun yang awalnya di sangat
periang dan lucu, melati mulai buta dan tuli sejak dia berusia 3
tahun. Selama 3 tahun ini dunia melati gelap. Dia tidak memiliki akses untuk
bisa mengenal dunia dan seisinya. Mata, telinga dan semua tertutup baginya.
Melati tidak pernah mendapatkan cara untuk mengenal apa yang ingin dikenalnya.
Rasa ingin tahu yang dipendam bertahun tahun itu akhirnya memuncak, menjadikan
Melati menjadi frustasi dan sulit dikendalikan. Orang tuanya berusaha berbagai
macam cara untuk bisa mengendalikan Melati. Bahkan tim dokter ahli yang
diundang oleh orang tuanya tidak berhasil mengendalikan Melati. Fakta tersebut dapat dilihat dalam kutipan novel berikut
ini :
Melati terus meraba-raba. Tidak peduli. Tidak
mendengarkan. Tiba ditepi ranjang, banyak bantal. Mulutnya terbuka, mendesiskan
kata yang tak berbentuk kata. Wajah kanak-kanak yang baru bangun tidur itu
menjulur kedepan. Wajah yang terlihat tetap menggemaskan, tidak peduli takdir
menyakiti-Nya.(Tere-Liye,
2006:11)
’’BA.......MA.....A...” Melati berseru sudah berjalan
sembarang arah. “ kita sarapan, sayang!” Bunda mendekatinya, gemetar meraih
tangan melati. Membimbingnya Melati berjalan.(Tere-Liye, 2006:12)
Bunda adalah
sosok wanita/Ibu yang sangat sayang pada Melati dan sosok Ibu yang sangat sabar
semua itu tergambar
2.
Alur
Novel moga Bunda Disayang Allah ini di bangun diatas alur yang sangat menarik. Novel ini
menggunakan alur flash back atau regersif atau desebut juga sorot balik.
”Selama tiga tahun aku bahkan tidak pernah membuka
jendela ini. Berharap kau kembali seperti yang pernah kukenal lewat surat-surat
yang dulu yang kau kirimkan setiap Bulan.............. berharap kau-lah yang
akan membuka jendela ini. Melewati masa-masa menyakitkan itu.” (Tere-Liye, 2006:53)
Dalam
kutipan diatas karang menggambarkan masalalunya dan kembali kemasa kelabunya,
dan masa-masa sulit itu dia lewati sendiri, dengan perasaan bersalah yang
selalu membanyangi setiap mimpi buruk Karang.
a.
Tahap
Eksposision
Cerita novel Moga Bunda Disayang Allah diawali dengan menampilkan
tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita bersama kedudukan masing-masing,
disamping itu juga dipaparkan kondisi pembentuk latar cerita. Kutipan Novel
Moga Bunda Disayang Allah berikut mendiskripsikan tokoh-tokoh yang terletak di
dalam cerita.
Melati terus meraba-raba. Tidak peduli.tidak
mendengarkan. Tiba di tepi ranjang, menyibak bantal. Mulutnya terbuka,
mendesiskan suara yang tak berbentuk kata. Wajah kanak-kanak yang baru bangun
tidur itu menjujur ke depan. Wajah yang
tetap kelihatan menggemaskan, tidak peduli sebesar apapun menyakitti-nya.
” terima-kasih sudah membangunkan bunda, sayang ! ” bunda
lembut meraih tangan anak semata wanyangnya. Tertatih mencoba berdiri. Menghela
nafas pelan. Bunda tahu persis tak ada siapa yang membangunkan siapa, ini
hanyalah ritual pagi melati.
Mana mengerti melati tentang tidur dan bangun
” Aduh pakaian ibu basah ! basah kenapa ? ” terdengar
suara dari bingkai pintu kamar tidur. Bergegas masuk sambil berseru rada-rada
panik seperti biasanya. Salamah tadi mendengar teriakan melati dari dapur,
bergegas datang (Tere-Liye,
2006:11)
Kutipan diatas
memunculkan tokoh melati yang sangat berperan dalam cerita novel Moga Bunda
Disayang Alloh. Karena tokoh tersebut yang memunculkan konflik dalam cerita
itu. Bunda adalah salah satu tokoh yang sangat sabar dan sangat menyayangi
melati anak semata wayangnya. Salamah seorang pembantu di rumah itu dia sangat
sabar dalam meladeni majikanny.
b.
Tahap
Inciting Moment
Pada tahap ini novel Moga Bunda Disayang Allah mulai
nampak permasalahan yang mengenai tokoh cerita, melati yang dulunya anaknya
penurut dan periang sekarang berubah jadi galak dan emosinya tidak terkendali
bahkan dia melempar apa saja yang ada ditangannya, seperti dalam kutipan novel
dibawah ini.
Tya lagi sibuk membujuk melati melepaskan tembikar cina
dari genggamannya. Melati seperti bisa mendengus galak. Selalu marah kalau dilarang.
Tangan kirinya yang bebas menggapai-gapai udara. Mengancam. Bersengut-sengut.
Bola matanya yang hitam bagai biji buah laci mendelik. Kemarahaan itu kapan
saja siap meledak...........
” Kembalikan, sayang-” Tya membujuk cemas
”BAAA.........
MAAAA......” Melati berseru-seru, Menghentak-hentakan kakinya kelantai
” Aduh, kembalikan Sayang ! Nanti Tya dimarahi Bunda ! ”
”BAAA.....-”
”Jangan Dilempar,
Melati !”
”BAAA!!!”
”Ja-”
”PYAR!” Dalam sekejap tembikar mahal itu menghantam kaca
jendela besar berukuran 1x2 meter . hancur berkeping-keping Tembikarnya, juga
kaca jendelanya
Tiya menutup mulutnya. Wajahnya pias. Pucat-pasi. Gemetar
melihat beling yang berserakan. Bunda terkesiap diatas ranjang kamar tidur
lantai dua. Gemetar menyikap selimut. Gemetar turun dari ranjang .
Putrinya baru saja merajuk kembali tanpa alasan. Entah
sekarang memecahkan apa. selalu begitu sepanjag tahun ini.
Sedikit-sedikit marah. Sedikit-sedikit melempar apa saja (Tere-Liye,
2006:22)
c.
Tahap Rising Action
Peristiwa-peristiwa yang terjadi terus dan mengalami
penajakan konflik cerita. Pengarang berusaha mengembangkan konflik dengan
melibatkan tokoh-tokoh lain yang memiliki peran penting dalam kehidupan tokoh
memacu peningkatan konflik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
”Hentikan! Aku mohon !” Gadis Berkrudung itu membuang
ingusnya. Berusaha menghentikan kalimat pemuda itu. Membuang kalimat sesal itu
sungguh menohok hatinya. Apalagi menatap wajah pemuda di hadapanya. Wajah yang
dulu begitu riang, begitu menyenangkan.. wajah yang membuatnya jatuh cinta.
(Tere-Liye,
2006:24)
Tekana
konflik semakin terasa di saat Si Gadis menyuruh pemuda untuk pergi menjauh
darinya. Seperti dalam kutipan novel berikut.
”Aku
tidak akan pergi-” Gadis itu tertunduk. Satu bilur air mata jatuh menetes di
tegel ruang depan Taman Bacaan.
”Kau
harus pergi!” Berkata pelan.
”Aku
tidak akan pernah meninggalkanmu!” Gadis itu mendesis putus asa, suara serak. (Tere-Liye, 2006:25)
d.
Tahap Complication
Pada tahap ini perkembangan masalah yang terjadi menjadi
lebih kompleks. Konflik yang terjadi semakin ruwet antar tokoh yang terkibat
didalamnya. Seperti dalam kutipan novel sebagai berikut.
Orang-orang berteriak. Orang-orang panik. Melati yang
berteriak-teriak marah, melempar apa saja barang yang ditabraknya. Bunda yang
berseru-seru. Tuan HK yang berusaha mencengkeram salah satu dokter karena
dokter itu berusaha mencengkeram Melati untuk menangkapnya. (Tere-Liye, 2006:30)
Konflik lain muncul saat Melati akan mengalami Depresi (Frustasi).
Seperti dalam kutipan novel berikut.
”Melati tidak gila!” Bunda berguman tidak terima.
”Maafkan kami, Nyonya....” Tersenyum tipis-
”Melati tidak gila!” Bunda mendesis galak.
”Hanya orang gila yang bisa menggigit hampir putus jari
orang lain, Nyonya!” Salah satu dokter menyela lebih galak, jengkel.(Tere-Liye, 2006:31)
e.
klimaks
Pada tahap ini rangkaian peristiwa mencapai titik
puncaknya.
Seprti
kutipan dalam novel.
”BA...... MA......AAA........” Melati mendadak berteriak
kencang.
”Eh copot, copot, copot!” salamah yang mengantarkan air
jeruk panas buat Bunda ikut berseru-seru panik ( sebenarnya kalau ada keributan
seperti ini, salamah juga yang ikut nambahin panik ).
”Jangan teriak-teriak, sayang!” Bunda tersenyum.
Menenangkan.
Suster Tya yang jadi kaget mendengar teriakan Melati.
Menarik tangannya. Mukanya sedikit pias, lagi-lagi Melati mengamuk.
”BAAA!” melati memukul-mukul meja makan. Marah.
”jangan pukul mejanya Melati!” Tya takut-takut berusaha
menghentikan tangan melati.
(Tere-Liye, 2006:45)
Tuan HK menelan ludah, berkata tajam, ”biarkan tya...
Biarkan..!” Tya menatap setengah bingung, setengah panik. Kalau dibiarkan nanti
mrlempar piring lainnya? Aduh Bagaimana ini. Tuan HK menatap tajam.... Tya
mengusap wajah kebasnya.serba salah. Berntung,Melati bersengut-sengut marah
sudah melangkah tak jelas arah, meninggalkan meja makan. Menuju anak tangga
pulam. Bunda mengikuti. Membujuknya untuk kembali. Percuma melati hanya
mengerung, sebal, marah, benci, entahlah, (kalau ia mengerti semua perasaan itu
) (Tere-Liye, 2006:45)
f.
Tahap Falling Action
setelah mencapai klimaks dengan pengungkapan
masalah-masalah yang menimpa tokoh, pada tahap ini konflik cerita mulai menurun
dalam novel Moga Bunda Disayang Allah, kinansih, karang, dan ibu-ibu gendut.
Mencoba untuk bersikap tenang ketenangan batinnya membuat berfikir tenang.
” Kinansih sempat menemani Melati siang tadi. Kangen.
Tidak sadar bahkan memeluk Melati, lupa aturan mainnya....” Bunda terdiam
sebentar, tertawa getir, ” Dan Melati menjambak krudung sekaligus rambut
kinansih-” (Tere-Liye,
2006:49)
” tidakkah kau sejenak saja bisa berdamai dengan masa
lalu itu?” Ibu-ibu gendut bertanya pelan, menyentuh lembut lengan Karang.
Karang tertunduk. Bergumam sebal. Mengusap wajahnya
berdamai? Itu mungkin tidak kakan terjadi. Andai dia bisa menemukan cahaya.
Tapi semua itu sangat menyakitkan, terlalu menyesakkan....... (Tere-Liye, 2006:54)
Dengan
melihat karang, ibu-ibu gendut itu merasa sedih dan dalam lirih ibu-ibu gendut
itu berdo’a agar karang dapat sadar dan kembali kejalan hidupnya.
g.
Tahap denounment
Setelah cerita itu mulai pada puncak pemecahan masalah
dari semua peristiwa, maka cerita ini mengarah pada tahap penyelesaian, dalam
novel Moga Bunda Disayang Allah, karena dalam cerita ini Melati mulai dapat
berkomunikasi, tapi beberapa saat setelah mendengar karang mau pergi kekota
bersama kinansih melati mulai merajuk lagi dan membuat bingung seluruh isi
rumah.
Dua hari lalu melati merajuk. Benar-benar. Lebih besar
dan lebih heboh dibandingkan sebelum ia tahu cara berkomunikasi. Membuat susah
seluruh isi rumah. Penyebabnya sederhana saja. Karang memberi tahu kalau dia
akan kembali ke ibu kota (bersama Kinasih). Ada banyak pekerjaan yang tertunda
disana. Ada banyak yang harus dia kerjakan di sana. (Tere-Liye, 2006:240)
Bunda bisa menerima situsainya, meskipun ia sungguh
berharap Karang akan selalu bersama Melati. Ia mengerti, ada banyak kanak-kanak
lain yang membutuhkan Karang. Bunda hanya bisa menatap sedih putrinya yang
duduk memeluk lutut dibawah anak tangga pulam sepanjang hari. Melati
benar-benar keras kepala ia juga pura-pura tidak bisa berbicara lagi dengan seluruh anggota keluarganya
selama dua hari terahir. Berteriak-teriak perses sebelum ia tahu bagaimana cara
berkomunikasi. (Tere-Liye,
2006:242)
Melati
pura-pura tidak dapat berbicara dan kembali lagi kamasa silamnya sebelum Melati
dapat berkomunikasi dia juga berteriak-teriak. Bunda hanya dapat mengelus dada
dan sangat menyadari situasi Karang karena masih banyak anak-anak yang seperti
Melati yang butuh bantuan Karang.
Tadi sore, saat karang bersiap dengan koper lusuh dan
mesin ketik tuanya,saat kinansih datang menjemput. Saat mereka siap pergi
menumpang kereta malam.entah mengapa gadis kecil itu berlari dari kamar
birunya. Tersandung. Jatuh berdebam. Berdiri lagi. Berlarian mengejar Karang
yang sudah bersiap menaiki mobil. Mengejar karang yang tadi menelan ludah
kecewa karena gadis kecil itu mengurung diri dikamar biru, menolak bertemu.
Saat karang sudah membuka pintu mobil, melaiti menggerung
dan berteriak-teriak dari ruang tengah. Menagis. Kanak-kanak itu menangis
memanggil. Melangkah terhuyung. Kakinya tadi terkena anak tangga, sakit sekali,
berusaha mendekat. Membuat semua kepala teroleh. Bunda seketika menangis
melihat putrinya. Tuan HK mengusap ujung-ujung matanya. (Tere-Liye, 2006:242)
Dalam
kutipan novel diatas Melati merasa kehilangan Karang dan Melati menangis sedih
melati mulai menydari dan bisa menerima kenyataan bahwa karang harus pergi
meninggalkan Melati, karena masih banyak anak-anak yang seperti dia yang
membutuhkan sosok guru Karang, Melati ingin mengucapkan selamat jalan Untuk
guru Karang. Melati memegang erat-erat ayam kate Mang Jeje, ingin melepaskan
sebagai tanda penghargaan guru Karang untuk melepas kepergiannya dengan penuh
penghargaan.
3.
Tokoh
dan Penokohan
Analisis
tokoh dan penokohan dalam novel Moga Bunda Disayang Allah dilakukan dengan
kalimat penggambaran watak tokoh dari beberapa sisi.
a.
Deskripsi
Tokoh-Tokoh dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah.
Dalam novel Moga Bunda Disayang Allah menampilkan tokoh Utama
Melati dan Bunda tokoh itu sangat menonjol dan sangat tepat dijadikan tokoh
utama
’’........Seminggu terahir kami mengundang pesikiater dan
dokter anak-anak dari salah satu rumah sakit ternama ibukota. Tim mereka
memiliki reportasi yang baik. Kami amat berharap...... Empat hari pertama
melati sepetinya terkendali, mau menuruti tetapi entahlah yang dilakukan tim
dokter, kami benar-benar berharap sedikit kabar baik itu ahirnya datang....”
bunda terdiam lagi, wajahnya sedih, tertunduk, pipinya berkedut menahan
sendan..
”Tetapi di hari kelima persis dua hari lalu....... melati
tiba-tiba merajuk. Marah ! Melati berteriak-teriak saat saat badannya ditempeli
kertas-kertas medis, entahlah.... Melati menatik salah satu tangan dokter dan
menggigit jari salah satu dokter itu. Sampai-sampai nyaris putus......” Bunda
Sekarang benar-benar menangis mengingat kejadian itu. (Tere-Liye, 2006:29)
Saat
puncak kemarahan Melati dan menggigit jari salah satu dokter itu hingga nyaris
putus disini Melati sangat marah dan melempar apa yang ada digenggaman tangan
Melati, Bunda sosok ibu yang sabar dan sangat menyanyangi melati hingga dia
rela melakukan apa saja untuk kesembuhan Melati.
Kinansih pelan mengambil tissue di meja dekat ranjang.
Mengelap pipi Bunda, ah saraf tangis itu jelas sekali tidak bisa dipaksa,
kalian memang bisa saja tetap terliat seperti ekspresi, terlihat kosong, tapi
kantong air mata tidak bisa ditahan, akan keluar dengan sendirinya. (Tere-Liye, 2006:29)
Kinansih sosok wanita yang sangat baik hati, pandai menghibur
dan berjiwa yang sangat mulia, Kinansih berusaha menenangkan Bunda yang saat
itu sedang sangat sedih dengan kondisi anaknya yang makin tidak bisa
dikendalikan dan sangat liar. Dengan kedatangan Kinansih Binda sedikit terhibur
dan lebih bisa bercerita banyak tentang kondisi Melati.
”Aduh, maaf! Seharusnya salamah letakan gelasnya di
tempat yang lebih tinggi! Aduh, Salamah Lupa lagi......” salamah mendekat
rusuh, Berusaha membersihkan sisa’ keributan; .(Tere-Liye, 2006:12)
Salamah
seorang pembantu yang sangat menghormati majikanya dan dia selalu merasa
bersalah saat melakukan kesalahan dan salamah selalu menuruti apa kata
majikanya dia juga tidak pernah membantah saat disuruh-suruh, selalu menuruti
kemauan majikannya.
Karang tertawa. Getir. Tertunduk, ” Ya! Aku mencintai
kanak-kanak lebih dari siapapun........ kata bijak itu benar sekali, terlalu
mencintai seseorang justru akan membunuhnya!” (Tere-Liye, 2006:57)
Karang sosok seorang yang sangat menyayangi anak-anak dan
dia sangat terpukul dengan kejadian tiga tahun yang lalu saat kapal
menenggelamkan delapan anak didiknya. Setelah kejadian itu karang sangat
terpukul dan lebih meluangkan waktunya menyendiri.
”Aku mau mandi dulu....... Kalau kau sehat, mungkin kita
bisa mandi bersama,” Tuan HK beranjak berdiri, melilitkan handuk dileher,
tertawa, ” Sudah lama kita tidak melakukannya, bersama Melati bermain sabun
Banyak-banyak.Terpeleset....”
Bunda hanya
tersenyum, lemah. Menatap wajah suaminya. (Tere-Liye, 2006:39)
Tuan HK adalah sosok kepala keluarga yang pekerja keras
dan sangat menyanyangi melati dan juga istrinya (Bunda), Tuan Hk juga sangat
bertanggung jawab pada keluarganya kadang Tuan HK bersifat keras dan juga
disiplin tapi dibalik ketegasannya Tuan Hk juga sangat Romantis pada sang istrinya
(Bunda)
Biarkan Tya.......... Biarkan! Tya menatap setengah
bingung, setengah panik. Kalau dibiarkan nanti melempar piring lainnya? Aduh,
bagaimana ini. Tuan Hk menatap tajam.... Tya mengusap wajah kepasnya. (Tere-Liye, 2006:46)
Tya pengasuh Melati yang sangat sabar menghadapi tingkah
Melati yang tidak diduga tiba-tiba marah, dan dia sangat tidak tega saat Melati
sedang mengalami tingkat Depresiny.
b.
Pengolongan
Tokoh dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah.
Novel Moga Bunda Disayang Allah tokoh Melati adalah tokoh
yang melakukan segala tindak tanduk tokoh utama yang diamanatkan oleh
pengarang, oleh karena itu tokoh Melati sangatlah penting dalam Novel ini.
Tokoh ini yang selalu membuat pembaca sedih dan bisa terlarut ikut serta
didalam novel ini.
Tokoh Bunda disini sebagai tokoh yang sangat dermawan dan
sangat besarhatinya, sangat sabar menghadapi anaknya (Melati), bunda juga sosok
ibu yang sangat menyayangi anak semata wayangnya, dalam novel ini sosok bunda sangatlah
memberi pencerahan para pambaca.
Jangan teriak-teriak sayang! Bunda tersenyum.
Menenangkan.
Suster Tya yang tadi kaget mendengar teriakan Melati,
menarik tangannya. Mukanya sedikit pias, lagi-lagi melati mengamuk.
”BAAA!” melati memukul-mukul meja makan. Marah.
(Tere-Liye,
2006:46)
Dari
sisi lain tokoh salamah tokoh yang sangat mendatar dalam novel ini, tokoh Tya
sosok wanita yang sangat sabar dan paling tidak tega saat Melati marah-marah.
Kinansih wanita yang sangat anggun dan sangat lemah lembut dan penyanyang.
Ibu-ibu gendut sosok yang membujuk karang untuk menjadi guru Melati.
”Ayo melati...... Pakai tangan bagus!” Suster Tya sekali
lagi berusaha membantu melati. Memegang tangan melati, berusaha mengajari cara
menyuap yang bai, ia perawat baru, jadi tidak mengerti aturan mainnya, kan?
”BA.... MA......AAAA”......... melati mendadak berteriak
kencang.
”eh, copot, copot, copot!” Salamah yang mengantarkan air
panas jeruk buat Bunda ikut berseru seru panik( sebenernya, kalau lagi ada
keributan ini salamah yang ikut nambahin panik)
(Tere-Liye,
2006:45)
Ibu-ibu gendut menelan ludah, berkata pelan, kau tau ada
kanak-kanak yang memerlukan bantuanmu, karang surat itu bilang mereka
memerlukan bantuanmu (Tere-Liye,
2006:52)
Sedangkan tuan Hk dan Karang adalah sosok tokoh yang
keras dan juga baik hatinya dan panyanyang
”Buat apa?Bukankah ibu setiap hari sudah membacanya
setiap hari untukku Karang mendengus sebal, Memotong......” (Tere-Liye, 2006:52)
Tapi sebelum Tuan HK memutahkan kalimat kasarnya, Karang
sudah terlebih dahulu menarik tangan melati dari mangkuk bubur. (Tere-Liye, 2006:52)
Karang dan Tuan HK adalah sosok leleki yang sama-sama
keras tetapi dibalik itu semua karang dan Tuan HK mempunyai hati yang lembut.
Seperti Karang yang sangat menyayangi anak-anak didiknya dan Tuan HK yang
sangat menyayangi anaknya dan Keluarganya.
c.
Perwatakan
Tokoh
Setiap tokoh yang ditampilkan dalam novel ini memiliki
watak yang berbeda-beda setiap tokoh melakukan intraksi masing-masing
Deskripsi
watak tokoh melati seperti kutipan dibawah ini :
”Bunda, Bangun! Bunda Kesiangan nih !” jail Melati
menarik selimut ibunya, berteriak lagi, tertawa lagi. Merangkak lebih dekat,
mengeluarkan sehelai bulu ayam (yang diperoleh kemaren dari mang jeje, tukang
kebun). Jail! (Tere-Liye,
2006:4)
Berdasarkan kutipan
diatas tokoh melati periang, suka bercanda, dan jail, dan suka mengganggu
ibunya yang sedang tertidur pulas.
Diskripsi
watak tokoh Bunda seperti kutipan dibawah ini :
” tidak apa-apa, salamah ! Basah dikit. Melati tidak
sengaja melemparkan gelas air jeruk!” bunda menoleh, tersenyum. (Tere-Liye, 2006:11)
Berdasarkan diskripsi novel diatas tokoh bunda adalah
sosok bunda yang sangat sabar dan tidak mau merepotkan orang lain apa lagi
bikin heboh dengan kecelakaan kecil seperti itu, sosok bunda hanya bisa tersenyum
dengan apa yang terjadi.
Diskripsi
tokoh salamah seperti kutipan dibawah ini :
Salamah gagap mendengar namanya tiba-tiba disebut,”air
panas untuk ibu lagi?”
(Tere-Liye,
2006:28)
Salamah adalah tokoh yang selalu panik saat terjadi
keributan, tapi sebenarnya dia sangat penurut dan sangat menghormati majikanya.
Diskripsi
tokoh Kinansih seperti kutipan dibawah ini :
Kinansih tertawa kecil, melambaikan tangan kearah
salamah, bunda menyiringi,” Melati-nya mana Bun? (Tere-Liye, 2006:28)
Kinansih dalan novel ini adalah sosok perempuan yang
anggun dan sangat mencintai keluarga Tuan HK, dia juga sudah dianggap sebagai
anak kandungnya sendiri.
Diskripsi
tokoh Tya seperti dalam kutipan dibawah ini :
Tya menutup mulutnya. Wajahnya pias, pucat pasi Gentar
melihat beling yang berserakan.
(Tere-Liye, 2006:22)
Suster Tya adalah sosok perempuan yang sangat sabar dan
sangat cemas saat Melati mulai marah-marah sebenarnya suster Tya seorang yang
penakut.
Diskrisi
tokoh Novel Tuan Hk seperti dalam kutipan novel dibawah ini :
Biarkan Tya.......... Biarkan! Tya menatap setengah
bingung, setengah panik. Kalau dibiarkan nanti melempar piring lainnya? Aduh,
bagaimana ini. Tuan Hk menatap tajam.... Tya mengusap wajah kepasnya. (Tere-Liye, 2006:46)
Tuan HK adalah sosok lelaki yang tegas tapi dia sangat menyanyangi
anak istrinya, Tuan HK juga sangat tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dan
dia juga sosok lelaki yang romantis, sangat menghargai para pembantunya tidak
membedakan jabatannya,
Diskripsi
tokoh Karang seperti dalam kutipan novel dibawah ini :
Karang, pemuda diatas ranjang diatas ranjang tua
menyengit dalam tidurnya. Trganggu. Tangannya menggibas-gibas jengkel. Benda
itu masih berputar di depan wajahnya, semakin diusir semakin berani. Mendesis
mangkel karang mendesis mangkel. Karang Terbangun. Mata merahnya terbuka. (Tere-Liye, 2006:25)
Karang sosok laki-laki yang sangat menyesal dengan
tragedi yang menelan anak didiknya hingga menewaskan delapan anak-anak didiknya
yang sangat disayang, dan karang seakan kehilangan harapan untuk hidup, sosok
penyanyang dan baik hati itu tercermin pada tokoh novel karang.
4.
Latar
a.
Latar
waktu
Cerita dalam novel ini menceritakan latar waktu novel ini
kisah gadis kecil yang berumur 6 tahun yang seharusnya dia bisa selalu senang
dan bisa mendengar apa saja yang rambut ikalnya mengombak, Kisah dimulai ketika Melati
tiba-tiba mulai buta total, dan tuli total sebelum anak-anak itu sempat
mengenal benda, mengenal dunia, mengenal kata-kata bahkan belum mengenal
Penciptanya Melati mengalami semua itu sejak Melati berusia Tiga
tahun dan selama tiga tahun dunia gelap bagi Melati. Doa dan harapan terus dipanjatkan,
berpilin menuju angkasa mengharap dikabulkan Sang Maha Kuasa. Namun asa jauh
dari kenyataan, dan ketika semua telah mencapai titik jenuhnya. Allah terus
menunjukkan kasih sayangnya.
Perjuangan Melati dimulai setelah Bunda menemukan Pak Guru Karang. Karang merupakan pemuda yang tidak punya background pendidikan. Namun dia memiliki sesuatu yang bahkan tidak setiap orang dengan background pendidikan memilikinya.
Perjuangan Melati dimulai setelah Bunda menemukan Pak Guru Karang. Karang merupakan pemuda yang tidak punya background pendidikan. Namun dia memiliki sesuatu yang bahkan tidak setiap orang dengan background pendidikan memilikinya.
Keadaan masih sama buruknya seperti tiga tahun lalu,
bunda mendesah lemah,” sama buruknya .... ya Allah, sebenarnya kondisinya
tambah buruk!” suara bunda tercekat. . (Tere-Liye, 2006:28)
b.
Latar
Tempat
Latar tempat mendiskripsikan tempat terjadinya peristiwa
hal itu dapat diketahui dalam kutipan novel berikut ini:
Dikamar sudah tidur sejak siang tadi merajuk. Melempar
apa saja yang dipegangnya. Berteriak-teriak marah...... tadi melempar tembikar
dinasti tang hadiah Papa-mu, Hancur berkeping-keping.” Bunda menjawab Pelan,
terbatuk . . (Tere-Liye,
2006:28)
Dari kutipan diatas latar tempatnya terjadi di kamar
Bunda . kutipan lain terdapat pada kutipan novel dibawah ini :
Makan siang makan malam, melati harus bersamanya. Karena
melati trtap keras kepala seperti sarapan, itu berarti sepangjang hari tidak
menyentuh makanan apapun.
(Tere-Liye, 2006:107)
Latar tempat ini terjadi di ruang makan dimana Karang
menjaga Melati Saat makan siang,makan malam....
E.
Nilai Pendidikan Dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah
a. Nilai
agama
Dalam novel moga bunda disayang Alloh memberi amanat agar
manusia tabah dalam menghadapi ujian dan berusaha untuk mencari jalan
keluarnya. Hal ini dideskripsikan
dalam
kutipan novel dibawah ini:
Terimakasih ya Allah, mungkin kami tidak akan pernah
mengerti dimana letak keadilan-MU dalam
hidup. Karena mungkin kami telah bebal untuk mengerti. (Tere-Liye, 2006:244)
b. Nilai
pendidikan moral
Sikap tanggung jawap terhadap perbuatan sikap moral yang
harus dilakukan hal ini terungkap dalam kutipan novel dibawah ini :
”Aku tidak datng kesini untuk minta-minta sarapan
nyonya karang mendesis pelan, memotong (Tere-Liye, 2006:78)
c. Nilai
Pendidikan Sosial
Nilai
pendidikan sosial mencakup kebutuhan hidup seperti kasih sayang, kepercayaan,
pengakuan, dan penghargaan.
Berikut
diskripsi yang ada pada novel Moga Bunda Disayang Allah :
Sore ini, melati ingin melepas ayam kate Mang jeje.
Sebagai simbol sebagai wujud penghargaan ............. (Tere-Liye, 2006:242)
F.
Sinopsis Novel
Moga Bunda Disayang Allah
Buku ini bercerita tentang anak-anak
bernama Melati yang terlahir sangat lucu menggemaskan, rambut ikalnya
mengombak, pipinya tembam seperti donut, matanya hitam legam seperti biji buah
leci dan giginya kecil bak gigi kelinci. Dia adalah anak seorang terpandang di
daerah tersebut. Keluarganya sangat menyayangi Melati.
Kisah dimulai ketika Melati
tiba-tiba mulai buta total, dan tuli total sebelum anak-anak itu sempat
mengenal benda, mengenal dunia, mengenal kata-kata bahkan belum mengenal
Penciptanya. Doa dan harapan terus dipanjatkan, berpilin menuju angkasa
mengharap dikabulkan Sang Maha Kuasa. Namun asa jauh dari kenyataan, dan ketika
semua telah mencapai titik jenuhnya. Allah terus menunjukkan kasih sayangnya.
Perjuangan Melati dimulai setelah
Bunda menemukan Pak Guru Karang. Karang merupakan pemuda yang tidak punya
background pendidikan. Namun dia memiliki sesuatu yang bahkan tidak setiap orang
dengan background pendidikan memilikinya. Dalam buku ini, Karang diceritakan
mampu ikut merasakan perasaan anak-anak yang berdiri di depannnya. Di dekatnya
dan dengan sentuhannya yang pandai menyenangkan anak-anak, Karang mampu
berempati dengan sangat dalam pada apa yang dirasakan Melati. Melati hanya
melihat gelap, hitam kosong tanpa warna. Melati hanya mendengar senyap sepi,
tak ada nada.
Perjuangan belajar seorang buta tuli
ini tidak mudah karena diajar oleh seorang yang juga sedang bermasalah dengan kenangan
masa lalunya. Karang yang pencinta anak-anak, pemilik ratusan buku taman bacaan
di ibukota ini pernah mengalami kecelakaan di laut hingga menewaskan 18 orang
dan juga Qintan murid kesayangannya. Perasaan bersalah itu menjadikannya
hancur, menjadi pemabuk, hidup di malam hari, kehidupannya benar-benar hancur.
Bukan hanya doa Bunda yang terkabul,
namun doa Ibu-Ibu Gendut itu juga terkabul. Bukan hanya Melati yang mengenal
dunia dan Penciptanya, namun Karang pun bisa berdamai dengan masa lalunya.
tq infonya....
BalasHapussangat bermanfaat